PSEUDO CROUP
(LARYNGITIS SUBGLOTIS)
Pendahuluan
Croup adalah suatu infeksi laring yang berkembang cepat, menimbulkan
stridor dan obstruksi jalan napas. Walaupun dapat terjadi pada usia berapapun,
bahkan pada dewasa, croup terutama
menyerang pada anak di bawah usia enam tahun.1
Permukaan
laringeal dari epiglotis dan daerah tepat di bawah korda vokalis pada laring
mengandung jaringan areolar longgar yang cenderung membengkak bila meradang.
Maka, croup dapat dibedakan menjadi
supraglotis (epiglotitis) akut dan laringitis subglotis akut (pseudo croup).
Meskipun keduanya bersifat akut dan berat, namun epiglotitis cenderung lebih
hebat, seringkali berakibat fatal dalam beberapa jam tanpa terapi. Secara
klinis, kedua penyakitnya tampak serupa dimana pasien gelisah, cemas, stridor,
retraksi dan sianosis. Namun terdapat beberapa perbedaan ringan. Anak dengan
epiglotis cenderung duduk dengan mulut terbuka dan dagu mengarah ke depan,
tidak serak dan cenderung tidak disertai batuk croupy, namun kemungkinan besar mengalami disfagia. Karena nyeri
menelan maka anak cenderung mengiler.1
Anak dengan
laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk croupy yang sangat dan biasanya ingin berbaring.1
Anatomi
1.
Laring
Laring
merupakan bagian terbawah saluran nafas bagian
atas. Bentuk menyerupai limas segitiga terancung, dengan bagian atas
lebih besar dari bagian bawah. Batas stas adalah aditus laring dan bagian
bawahnya adalah batas kaudal kartilago
krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari 1 tulang, yaitu tulang hyoid,
dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioidd berbentuk seperti huruf U yang
permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak yang
dihubungkan oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini
akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka
otot-otot ini bekerja membuka mulut dan
membentu menggerakkan lidah.1,2,3
Tulang
rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago tiroid,
kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago
kurneifornis, dan kartilago tritisea.
2.
Epiglotis1,2
Epiglottis adalah kartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas
dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang
Vertebra cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari
bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan
masuk laring
Epiglottis dewasa umumnya sedikit cekung pada bagian posterior. Namun pada
anak dan sebagian orang dewasa, epiglottis jelas melengkung dan disebut
epiglottis omega atau juvenilis. Fungsi epiglottis sebagai lunas yang mendorong
makanan yang ditelan ke samping jalan nafas laring. Selain itu, laring juga
disokong oleh jaringan elastik.
Plika ariepiglotika, berjalan ke
belakang dari bagian samping epiglottis menuju kartilago aritenoidea, membentuk
batas jalan masuk laring. Kartilago krikoidea adalah kartilago berbentuk cincin
signet dengan bagian yang besar di belakang. Terletak dibawah kartilago
tiroidea, berhubungan melalui membrana krikotiroidea. Kornu inferior kartilago
tiroidea berartikulasi dengan kartilago tiroidea pada setiap sisi.
Definisi
Pseudo croup adalah penyakit sistemik respiratorik acute yang menyerang
mukosa dan menyebabkan inflamasi dan edema pada daerah larynx dan vocal cord,
terkadang juga mengenai trachea dan cabang bronkus. Terbentuknya “Pseudo” croup
yang artinya Kruup “sangat berbahaya” dan ini membedakannya dengan “real” croup
seperti yang terjadi pada penyakit diphteria. Saluran larynx menjadi sempit
akibat edema, dyspneu bisa muncul cepat dengan typical suara serak, kasar,
seperti batuk croup dan bisa saja mengancam jiwa terutama pada anak – anak.4
Karakteristik
pseudo croup adalah batuk yang mengonggong, suara serak, stridor inspirasi,
dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas.
Pada pseudo croup ini
terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya dipicu oleh infeksi virus akut
saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan pembengkakan di dalam tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal. Selain
itu juga terjadi suatu pembengkakan di sekitar pita suara, terjadi biasanya
secara umum pada bayi dan anak-anak dan dapat memiliki berbagai penyebab.1,5
Berdasarkan
derajat kegawatan, dibagi menjadi 4 kategori:6
1.
Ringan: ditandai
dengan adanya batukkeras menggonggong yang kadang – kadang muncul, stridor yang
tidak terdengar ketika pasien beristirahat/ tidak beraktivitas, dan retraksi
ringan dinding dada
2.
Sedang: ditandai
dengan batuk yang mengonggong yang sering timbul, stridor yang mudah didengar
ketika pasien beristirahat/tidak beraktivitas, retraksi dinding dada yang
sedikit terlihat, tetapi tidak ada gawat napas.
3.
Berat: ditandai
dengan batuk mengonggong yang sering timbul, stridor inspirasi yang terdengar
jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang – kadang disertai dengan stridor
ekspirasi, retraksi dinding dada, dan gawat napas
4.
Gagal napas
mengancam: batuk kadang – kadang tidak jelas, terdengar stridor
(kadang – kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), gangguan kesadaran,
dan letargi.
Epidemiologi
Pseudo Croup biasanya
terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan puncaknya pada usia 1-2 tahun.
Akan tetapi, croup juga dapat
terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun meskipun angka
prevalensi untuk kejadian ini cukup kecil. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan,
dengan rasio 3:2. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur
pada negara-negara sub-tropis sedangkan pada negara tropis seperti indonesia
angka kejadian cukup tinggi pada musim hujan, tetapi penyakit ini tetap dapat
terjadi sepanjang tahun. Pasien croup merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung
ke dokter. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang
sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran pernapasan atas. Hampir 15%
pasien pseudo croup mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.6
Etiologi
Virus adalah penyebab tersering pseudo croup (sekitar 60% kasus) adalah Human Parainfluenza virus type 1 (HPIV-1),
HPIV- 2,3, dan 4, virus influenza A dan B, Adenovirus,
Respiratory Synctial virus (RSV), dan virus campak. Meskipun jarang, pernah
juga ditemukan Mycoplasma pneumonia.6
Patogenesis
Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada
laringotrakeitis, laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeobronkopneumonia
dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan
difus, eritema, dan edema yang terjadi pada dinding trakea menyebabkan
terganggunya mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi. Hal
ini menyebabkan suara pasien menjadi serak (parau). Aliran udara yang melewati
saluran respiratori atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor,
diikuti dengan retraksi dinding dada (selama inspirasi). Pergerakan dinding
dada dan abdomen yang tidak teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami
hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau
bahkan henti napas.6
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis biasanya
didahului dengan demam yang tidak begitu tinggi selama 12 – 72 jam, hidung
berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi ini akan berkembang menjadi
batuk nyaring, suara menjadi parau dan kasar. Gejala sistemik yang menyertai
seperti demam, malaise. Bila keadaan berat dapat terjadi sesak napas, stridor
inspiratorik yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah, dan akan bertambah
berat pada malam hari. Gejala puncak terjadi pada 24 jam pertama hingga 48 jam.
Biasanya perbaikan akan tampak dalam waktu satu minggu. Anak akan sering
menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong.6
Perbandingan
antara viral croup dan spasmodic
croup:
Karakteristik
|
Viral croup
|
Spasmodic croup
|
Usia
|
6 bulan – 6
tahun
|
6 bulan – 6
tahun
|
Gejala
prodromal
|
ada
|
tidak jelas
|
Stridor
|
ada
|
ada
|
Batuk
|
sepanjang waktu
|
terutama malam hari
|
Demam
|
ada (tinggi)
|
bisa ada, tidak
tinggi
|
Lama sakit
|
2 – 7 hari
|
2 – 4 jam
|
Riwayat
keluarga
|
tidak ada
|
ada
|
Predisposisi
asma
|
tidak ada
|
ada
|
Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan
derajat stress pernapasan yang diderita. Pemeriksaan langsung area laring pada
pasien croup tidak terlalu
diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotis (serangan akut, gawat
napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut
sangat diperlukan.6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak dibutuhkan dalam menegakkan
diagnosis croup. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan presentasi klinis dan
kombinasi dengan pemeriksaan riwayat penyakit yang teliti serta pemeriksaan
fisik. Jika ingin dilakukan pemeriksaan laboratorium, hal ini dapat dibenarkan
dan harus ditunda saat pasien dalam distres pernapasan.6
Pemeriksaan imaging tidak
diperlukan untuk pasien dengan riwayat penyakit yang tipikal yang berespon
terhadap pengobatan, tetapi bagaimanapun juga, foto lateral dan anteroposterior
(AP) dari jaringan lunak leher dapat membantu dalam mengklarifikasi diagnosis
pada anak dengan gejala serupa croup.6
Pada foto leher lateral, secara
diagnostik dapat membantu, menunjukkan daerah subglotis yang menyempit serta
daerah epiglotis yang normal.6
Pemeriksaan saturasi dengan pulse
oxymetre diindikasikan untuk anak-anak dengan croup derajat sedang sampai
berat. Terkadang, anak dengan gejala croup bukan derajat beratpun memiliki
saturasi oksigen yang rendah, berhubungan dengan keterlibatan intrapulmoner.6
Kultur virus atau pemeriksaan
antigen tidak termasuk pemeriksaan rutin, khususnya selama periode epidemik.6
Bila ditemukan peningkatan leukosit
> 20.000/mm3 yang didominasi oleh PMN, kemungkinan telah terjadi
superinfeksi, misalnya epiglotitis.6
-
Pemeriksaan
Radiologis dan CT Scan
Pada pemeriksaan radiologis leher posisi postero anterior ditemukan
gambaran udara stepple sign (seperti
menara) yang menunjukkan adanya penyempitan kolumna subglotis. Gambaran
radiologis seperti ini hanya dijumpai pada 50% kasus.6
Melalui pemeriksaan radiologis, croup
dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis bandingnya. Gambaran foto jaringan
lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai sebagai berikut:
1.
Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea
yang compang camping
2.
Pada epiglotis, tampak gambaran epiglotis yang menebal
3.
Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior
faring yang menonjol.
Pemeriksaan CT-Scan dapat lebih
jelas menggambarkan penyebab obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis yang
lebih berat, seperti adanya stridor sejak usia di bawah enam bulan atau stridor
pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada
gambaran radiologis dicurigai adanya massa.6
Tatalaksana
Tatalaksana
utama bagi pasien croup adalah
mengatasi obstruksi jalan napas.6
1.
Terapi
inhalasi
2.
Epinephrin
Nebulisasi
epinephrin sebaiknya diberikan kepada anak dengan sindrom croup sedang – berat
yang disertai dengan stridor saat istirahat dan membutuhkan intubasi, serta
pada anak dengan retraksi dan stridor yang tidak mengalami perbaikan setelah
diberikan terapi uap dingin. Efek terapi nebulisasi epinephrin ini timbul dalam
waktu 30 menit dan bertahan selama 2 jam.
3.
Kortikosteroid
Kortikosteroid
mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme antiradang.
Deksametason
diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/intramuskular sebanyak satu kali,
dan dapat dihitung dalam 6 – 24 jam. Selain deksametason dapat juga diberikan
prednison atau prednisolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB.
4.
Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat, yang tidak responsif terhadap terapi lain.
Intubasi endotrakeal merupakan terapi alternatif selain trakeostomi untuk
mengatasi obstruksi jalan napas.
Komplikasi
Pada 15% kasus dilaporkan terjadi
komplikasi, misalnya otitis media, dehidrasi, dan pneumonia (jarang terjadi).
Sebagian kecil pasien memerlukan tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal
napas dapat terjadi pad pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak adekuat.6
Prognosis
Pseudo croup biasanya bersifat self limited dengan prognosis yang baik.6
DAFTAR
PUSTAKA
1.
George L.Adam. Buku
Ajar penyakit THT BOEIS. Jakarta: EGC. 1997. Hal 383 - 385
2.
Snell Richard. Anatomi
Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. hal :
807-8.
3.
Hermani,
Bambang dan Soerjadi Kartosoediro. Buku
Ajar Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI.
2006. Hal: 190-4, 195-7
5.
Setiawati landia. Sindroma croup. [online]. 2010. [cited 2010,
april ]. Available from: http://www.pediatrik .com diakses 21 Februari
2011.
6.
Rahajoe, Nastiti N dkk (Ed). Buku Ajar Respirologi Anak. Jakrat: IDAI. 2010. Hal 320 - 323