Sabtu, 10 Maret 2012

CROUP


PSEUDO CROUP (LARYNGITIS SUBGLOTIS)

Pendahuluan
Croup adalah suatu infeksi laring yang berkembang cepat, menimbulkan stridor dan obstruksi jalan napas. Walaupun dapat terjadi pada usia berapapun, bahkan pada dewasa, croup terutama menyerang pada anak di bawah usia enam tahun.1
Permukaan laringeal dari epiglotis dan daerah tepat di bawah korda vokalis pada laring mengandung jaringan areolar longgar yang cenderung membengkak bila meradang. Maka, croup dapat dibedakan menjadi supraglotis (epiglotitis) akut dan laringitis subglotis akut (pseudo croup). Meskipun keduanya bersifat akut dan berat, namun epiglotitis cenderung lebih hebat, seringkali berakibat fatal dalam beberapa jam tanpa terapi. Secara klinis, kedua penyakitnya tampak serupa dimana pasien gelisah, cemas, stridor, retraksi dan sianosis. Namun terdapat beberapa perbedaan ringan. Anak dengan epiglotis cenderung duduk dengan mulut terbuka dan dagu mengarah ke depan, tidak serak dan cenderung tidak disertai batuk croupy, namun kemungkinan besar mengalami disfagia. Karena nyeri menelan maka anak cenderung mengiler.1
Anak dengan laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk croupy yang sangat dan biasanya ingin berbaring.1

Anatomi
1.      Laring
Laring merupakan bagian terbawah saluran nafas bagian  atas. Bentuk menyerupai limas segitiga terancung, dengan bagian atas lebih besar dari bagian bawah. Batas stas adalah aditus laring dan bagian bawahnya adalah batas  kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari 1 tulang, yaitu tulang hyoid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioidd berbentuk seperti huruf U yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak yang dihubungkan oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini bekerja membuka mulut  dan membentu menggerakkan lidah.1,2,3
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kurneifornis, dan kartilago tritisea.

2.      Epiglotis1,2
Epiglottis adalah kartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang Vertebra cartilago thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring
Epiglottis dewasa umumnya sedikit cekung pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglottis jelas melengkung dan disebut epiglottis omega atau juvenilis. Fungsi epiglottis sebagai lunas yang mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan nafas laring. Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik.
      Plika ariepiglotika, berjalan ke belakang dari bagian samping epiglottis menuju kartilago aritenoidea, membentuk batas jalan masuk laring. Kartilago krikoidea adalah kartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar di belakang. Terletak dibawah kartilago tiroidea, berhubungan melalui membrana krikotiroidea. Kornu inferior kartilago tiroidea berartikulasi dengan kartilago tiroidea pada setiap sisi.

Definisi
Pseudo croup adalah penyakit sistemik respiratorik acute yang menyerang mukosa dan menyebabkan inflamasi dan edema pada daerah larynx dan vocal cord, terkadang juga mengenai trachea dan cabang bronkus. Terbentuknya “Pseudo” croup yang artinya Kruup “sangat berbahaya” dan ini membedakannya dengan “real” croup seperti yang terjadi pada penyakit diphteria. Saluran larynx menjadi sempit akibat edema, dyspneu bisa muncul cepat dengan typical suara serak, kasar, seperti batuk croup dan bisa saja mengancam jiwa terutama pada anak – anak.4
            Karakteristik pseudo croup adalah batuk yang mengonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas.
Pada pseudo croup  ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya dipicu oleh infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan pembengkakan di dalam tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal. Selain itu juga terjadi suatu pembengkakan di sekitar pita suara, terjadi biasanya secara umum pada bayi dan anak-anak dan dapat memiliki berbagai penyebab.1,5

Berdasarkan derajat kegawatan, dibagi menjadi 4 kategori:6
1.      Ringan: ditandai dengan adanya batukkeras menggonggong yang kadang – kadang muncul, stridor yang tidak terdengar ketika pasien beristirahat/ tidak beraktivitas, dan retraksi ringan dinding dada
2.      Sedang: ditandai dengan batuk yang mengonggong yang sering timbul, stridor yang mudah didengar ketika pasien beristirahat/tidak beraktivitas, retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tidak ada gawat napas.
3.      Berat: ditandai dengan batuk mengonggong yang sering timbul, stridor inspirasi yang terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang – kadang disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, dan gawat napas
4.      Gagal napas mengancam: batuk kadang – kadang tidak jelas, terdengar stridor (kadang – kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), gangguan kesadaran, dan letargi.

Epidemiologi
Pseudo Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun meskipun angka prevalensi untuk kejadian ini cukup kecil. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur pada negara-negara sub-tropis sedangkan pada negara tropis seperti indonesia angka kejadian cukup tinggi pada musim hujan, tetapi penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran pernapasan atas. Hampir 15% pasien pseudo croup mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.6

Etiologi
Virus adalah penyebab tersering pseudo croup (sekitar 60% kasus) adalah Human Parainfluenza virus type 1 (HPIV-1), HPIV- 2,3, dan 4, virus influenza A dan B, Adenovirus, Respiratory Synctial virus (RSV), dan virus campak. Meskipun jarang, pernah juga ditemukan Mycoplasma pneumonia.6

Patogenesis
Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laringotrakeitis, laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeobronkopneumonia dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan difus, eritema, dan edema yang terjadi pada dinding trakea menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi. Hal ini menyebabkan suara pasien menjadi serak (parau). Aliran udara yang melewati saluran respiratori atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi dinding dada (selama inspirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.6

Manifestasi Klinis
            Manifestasi klinis biasanya didahului dengan demam yang tidak begitu tinggi selama 12 – 72 jam, hidung berair, nyeri menelan, dan batuk ringan. Kondisi ini akan berkembang menjadi batuk nyaring, suara menjadi parau dan kasar. Gejala sistemik yang menyertai seperti demam, malaise. Bila keadaan berat dapat terjadi sesak napas, stridor inspiratorik yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah, dan akan bertambah berat pada malam hari. Gejala puncak terjadi pada 24 jam pertama hingga 48 jam. Biasanya perbaikan akan tampak dalam waktu satu minggu. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong.6
            Perbandingan antara viral croup dan spasmodic croup:
Karakteristik
Viral croup
Spasmodic croup
Usia
6 bulan – 6 tahun
6 bulan – 6 tahun
Gejala prodromal
ada
tidak jelas
Stridor
ada
ada
Batuk
sepanjang waktu
terutama malam hari
Demam
ada (tinggi)
bisa ada, tidak tinggi
Lama sakit
2 – 7 hari
2 – 4 jam
Riwayat keluarga
tidak ada
ada
Predisposisi asma
tidak ada
ada

Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan fisis ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stress pernapasan yang diderita. Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.6


Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis croup. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan presentasi klinis dan kombinasi dengan pemeriksaan riwayat penyakit yang teliti serta pemeriksaan fisik. Jika ingin dilakukan pemeriksaan laboratorium, hal ini dapat dibenarkan dan harus ditunda saat pasien dalam distres pernapasan.6
            Pemeriksaan imaging tidak diperlukan untuk pasien dengan riwayat penyakit yang tipikal yang berespon terhadap pengobatan, tetapi bagaimanapun juga, foto lateral dan anteroposterior (AP) dari jaringan lunak leher dapat membantu dalam mengklarifikasi diagnosis pada anak dengan gejala serupa croup.6
            Pada foto leher lateral, secara diagnostik dapat membantu, menunjukkan daerah subglotis yang menyempit serta daerah epiglotis yang normal.6
            Pemeriksaan saturasi dengan pulse oxymetre diindikasikan untuk anak-anak dengan croup derajat sedang sampai berat. Terkadang, anak dengan gejala croup bukan derajat beratpun memiliki saturasi oksigen yang rendah, berhubungan dengan keterlibatan intrapulmoner.6
            Kultur virus atau pemeriksaan antigen tidak termasuk pemeriksaan rutin, khususnya selama periode epidemik.6
            Bila ditemukan peningkatan leukosit > 20.000/mm3 yang didominasi oleh PMN, kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.6

-          Pemeriksaan Radiologis dan CT Scan
Pada pemeriksaan radiologis leher posisi postero anterior ditemukan gambaran udara stepple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya penyempitan kolumna subglotis. Gambaran radiologis seperti ini hanya dijumpai pada 50% kasus.6
Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai sebagai berikut:
1.      Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang camping
2.      Pada epiglotis, tampak gambaran epiglotis yang menebal
3.      Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.
Pemeriksaan CT-Scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya stridor sejak usia di bawah enam bulan atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran radiologis dicurigai adanya massa.6


Tatalaksana
            Tatalaksana utama bagi pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan napas.6
1.      Terapi inhalasi
2.      Epinephrin
Nebulisasi epinephrin sebaiknya diberikan kepada anak dengan sindrom croup sedang – berat yang disertai dengan stridor saat istirahat dan membutuhkan intubasi, serta pada anak dengan retraksi dan stridor yang tidak mengalami perbaikan setelah diberikan terapi uap dingin. Efek terapi nebulisasi epinephrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama 2 jam.
3.      Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme antiradang.
Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/intramuskular sebanyak satu kali, dan dapat dihitung dalam 6 – 24 jam. Selain deksametason dapat juga diberikan prednison atau prednisolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB.
4.      Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat, yang tidak responsif terhadap terapi lain. Intubasi endotrakeal merupakan terapi alternatif selain trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas.


Komplikasi
            Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media, dehidrasi, dan pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi pad pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak adekuat.6

Prognosis
            Pseudo croup biasanya bersifat self limited dengan prognosis yang baik.6

DAFTAR PUSTAKA

1.      George L.Adam. Buku Ajar penyakit THT BOEIS. Jakarta: EGC. 1997. Hal 383 - 385
2.      Snell Richard. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. hal : 807-8.
3.      Hermani, Bambang dan Soerjadi Kartosoediro. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI. 2006. Hal: 190-4, 195-7
4.      http://www.medhost.de/health/childhood-disease/pseudocroup.html diunduh pada 19 Januari 2012
5.      Setiawati landia. Sindroma croup. [online]. 2010. [cited 2010, april ]. Available from: http://www.pediatrik .com diakses 21 Februari 2011.
6.      Rahajoe, Nastiti N dkk (Ed). Buku Ajar Respirologi Anak. Jakrat: IDAI. 2010. Hal 320 - 323

Tidak ada komentar:

Posting Komentar